Minggu, 28 November 2010

Prediksi Soal Al-Qur'an Kelas X

1. QS.Al-Baqarah: 30, terjemah dan mufrodatnya
2. QS.Al-Mukminun:12-14, terjemah, mufrodat dan isi kandungannya
3. QS.Adz-Dzariyat: 56, terjemah dan mufrodatnya
4. QS.An-Nahl: 78 dan mufodatnya
5.QS.Al-An'am: 162-163 dan terjemahnya
6. Hukum bacaan: ghunnah, mad thabi'i, mad ashli, mad 'aridh lissukun, ikhfa', qalqalah sughra, mad jaiz munfashil
7. QS. Al-Baqarah: 21 terjemah dan isi kandungannya
8. QS.Al-Bayyinah: 5 dan mufrodatnya
9. QS.Al-An'am: 102 terjemah dan isi kandungan
10.QS.An-Najm: 39-41 dan terjemah
11.QS.Al-Baqarah: 1-4 dan mufrodatnya
12.QS.Luqman 13-14 dan terjemahnya
13.QS.Ali Imran dan terjemahnya

Prediksi Soal Akhlak Kelas X

1. Pengertian Husnudhan
2. Macam-macam Husnudhan
3. Contoh husnudzan terhadap Allah
4. QS.Al-Hujurat: 10
5. HR.Ahmad dan Ibnu Hibban
6. Hikmah husnudhan
7. Pengertian gigih
8. Prinsip orang gigih
9. QS.Ar-Ra'du: 11
10.QS.Al-Insyrah: 7-8
11.Hikmah sikap gigih
12.Contoh sikap gigih
13.Pengertian inisiatif
14.QS.al-Hasyr: 18
15.Contoh sikap inisiatif
16.Hikmah sikap inisiatif
17.Pengertian ikhlas
18.Unsur-unsur ikhlas
19.Contoh sikap ikhlas
20.HR.Bkhari dan Muslim
21.Hikmah sikap ikhlas
22.QS.al-Bayyinah: 5
23.Pengertian akhlak terhadap orang tua
24.QS. al-An'am: 151
25.QS.Luqman: 14
26.Cara berbuat baik kepada orang tua yang masih hidup
27.Cara bebrbuat baik kepada orang tua yang sudah meninggal
28.Akibat durhaka kepada orang tua
29.HR.Turmudzi
30.HR.Thabrani
31.Pengertian menghormati guru
32.QS.al-Mujadalah: 11
33.Bentuk-bentuk sikap menghormati guru
34.Pengertian akhlak terhadap lingkungan
35.QS.Hud:61
36.QS.ar-Ruum: 41
37.Bentuk-bentuk akhlak terhadap lingkungan
38.Pengertian syukur nikmat
39.Cara bersyukur
40.Nikmat yang harus disyukuri
41.QS.an-Nahl:78
42.QS.Ibrahim: 7
43.Hikmah syukur nikmat

Prediksi Soal Akhlak Kelas XI

1. Pengertian taubat
2. QS.Thaha: 82
3. Macam-macam taubat
4. QS.Al-Baqarah: 222
5. 3langkah mengupayakan taubatan nasuha
6. Tingkatan taubat menurut Imam Ghazali
7. Pengertian Raja'
8. QS.Al-Fatihah: 5-7
9. Contoh sikap raja'
10.Hikmah raja'
11.QS.Adz-Dzariyat: 56
12.Lima pondasi masyarakat beradab
13.Pengertian optimis
14.QS.Al-Hujurat: 15
15.Lima kiat membangun semangat
16.QS.Al-Isra': 7
17.Contoh sikap optimis
18.Hikmah sikap optimis
19.Pengertian intiqad
20.QS.Al-Isra':13-14
21.Contoh sikap intiqad
22.Hikmah sikap intiqad
23.Pengertian pengendalian diri
24.Peran pengendalian diri
25.Indikasi orang yang tidak bisa mengendalikan diri
26.Contoh sikap pengendalian diri
27.Hikmah sikap pengendalian diri
28.QS.Ali-Imran: 134
29.Pengertian musyawarah
30.Pengertian demokrasi
31.QS.Ali 'Imran: 159
32.Orang yang akan mendapat kebahagiaan sesuai dalam QS.Asy-Syura: 38
33.Cara bermusyawarah yang baik
34.Hikmah bermusyawarah
35.Pengertian kesetiakawanan sosial
36.QS.Al-hujurat: 10
37.Contoh kesetiakawanan sosial
38. Peranan kesetiakawanan sosial
39. QS.Al-Baqarah: 3
40. QS. Al-Maidah: 2

Prediksi Soal Akhlak Kelas XII

1. Pengertian etos kerja
2. Hikmah etos kerja
3. QS.At-Taubah: 105
4. Ciri-ciri orang yang produktif
5. QS. Al-Isra': 26
6. QS.Al-Isra': 27
7. Pengertian adil
8. Contoh adil
9. Kandungan QS.An-Naml: 90
10. Hikmah adil
11.Pengertian bijaksana
12.QS.An-Nahl: 125
13.Contoh bijaksana
14.QS.Al-Hujurat: 14
15.Pengertian harga diri
16.Hikmah sikap harga diri
17.pengertian qana'ah
18.Tanda-tanda orang qana'ah
19.Hikmah tawakkal
20.Pengertian disiplin
21.Contoh disiplin
22.QS.An-Nisa':59
23.QS.Al-Jumu'ah: 10
24.Ciri-ciri pergaulan sesama muslim
25.QS.An-Nur: 31
26.Ciri wanita muslimah
27.Hikmah menutup aurat
28.QS.Al-Hujurat: 10
29.Sifat-sifat mulia orang muslim
30.QS.An-Nisa': 86
31.Pengertian pergaulan dengan non muslim
32.Prinsip-prinsip pergaulan dengan non muslim
33.Tujuan berpakaian
34.QS.Luqman: 18
35.Cara berpakaian menurut Islam
36.QS.An-Nur:27
37.Cara bertamu menurut Islam
38.Hadits memuliakan tamu
39.QS.Alam Nasyrah: 7-8


Kamis, 25 November 2010

MUHAMMADINU

I

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN

ANTARA NU DAN MUHAMMADIYAH

DAN CARA MENGURANGI PERBEDAAN DEMI PERSATUAN

A. PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang NU dan Muhammadiyah, tentunya terkait dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, karena NU dan Muhammadiyah merupakan organisasi sosial dan keagamaan yang bertujuan untuk memajukan kehidupan ummat.

Pemerintah kolonial Belanda datang ke Indonesia adalah dalam rangka melaksanakan tugas suci berupa politik kristenisasi dapat di tuturkan antara lain pada abad 19 banyak orang Belanda baik di Negerinya sendiri maupun di Hindia Belanda sangat berharap untuk menghilangkan pengaruh Islam dengan proses Kristenisasi secara cepat sebagian besar orang-orang Indonesia. Pada waktu pemerintahan Hindia Belanda dipimpin oleh Gubernur Jendral A.W.F. Idenburg (1909-1916) telah dilancarkan suatu program yang ekklusif yaitu program “ Kristening politik“ . Dalam konstitusi Belanda memperkenankan misi-misi Kristen, baik Roma Katolik maupun Protestan untuk beroperasi di Indonesia, dan pekerjaan misi di daerah koloni dibantu oleh negara- negara dana.

Dengan misi Kristenisasi, orang-orang Belanda yang menjadi pokok permasalahannya adalah bagaimana menimbulkan perasaan senang hati di kalangan orang-orang Indonesia. Ada dua unsur yang mereka pikirkan, pertama mengandung unsur-unsur budaya, bagaimana mengembangkan kebudayaan Barat, sehingga orang Indonesia menerima kebudayaan ini sebagai kebudayaannya atau disebut cita-cita assosiasi, yang kedua adalah bagaimana mengubah agar penduduk yang Islam maupun yang bukan, menjadi Kristen ( Deliar Noor. 26-27)

Kondisi umat Islam yang terjajah selama itu baru pada tahun 1803, para tokoh mengadakan perombakan masyarakat secara radikal yang mna dilakukan oleh kaum Paderi.

Syeikh Ahmad Katib , yang lahir di Bukittinggi pada tahun 1855. Pada usia 21 tahun pergi ke Mekah untuk belajar penetahuan agama Islam yang berfahamkan mazhab syafi’i. Di Masjidil Hara dia adalah sosok ulama yang cerdas, kritis dan toleran, terlihat dari sikapnya yang terang-terangan tidak menyetujui aliran tharekat Naqsabadiyah serta menentang adat pembagian warisan model Minangkabau-Sumatera Barat.

Disamping mengajarkan ilmu agama Islam, paham mazhab Syafi’i terhadap murid-muridnya diberikan kebebasan untuk membaca dan mempelajari kitab-kitab dari para pembaharu seperti kitab tafsir Al- Manar dari Muhammad Abduh atau majalah Al-Urwatul Wutsqa.

Diharapkan oleh Ahmad Khatib bahwa dengan mengetahui ide-ide dari para pembaharu tersebut akhirnya mereka menolak dan menentangnya. Namun ternyata sebagian dari mereka justru merasa tertarik terhadap ide-ide tersebut dan akhirnya menjadi pendukung yang tidak kepalang tanggung, seperti Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), dan sebagainya. Sebagian murid-murid lainnya tetap berpegang pada madzhab Syafi’i antara lain seperti Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli, Hasyim Asy’ari ( Pendiri Nahdhatul Ulama’) dan sebagainya. ( Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Indonesia, 1900-1942:38-39)

Dari uraian tersebut, maka penulis akan membahas mengenai apa dan bagaimana NU dan Muhammadiyah, persamaan, perbedaan dan cara mengurangi perbedaan demi persatuan

B. MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Beliau lahir di Kauman Yogyakarta tahun 1868 dengan nama M. Darwis dari ayahnya K.H. Abu Bakar seorang Khotib besar Kasultanan Yogyakarta, yang apabila dilacak silsilahnya sampai kepada Maulana Malik Ibrahim. Ibunya bernama Siti Aminah putri K.H. Ibrahim, penghulu Kasultanan Yogyakarta.[1]

Muhammad Darwis pada usia sekolah tidak disekolahkan, melainkan dididik oleh ayahnya sendiri dirumah. Pada usia 8 tahun ia lancar baca al-Qur’an hingga khatam. Lalu ia belajar fiqih pada K.H. Muhammad Shaleh dan Nahwu kepada K.H. Muhsin juga berguru pada K.H. M.Nur dan K.H. Abdul Hamid. Tahun 1889 masehi ia menikah dengan Siti Walidah putri K.H. M. Fadil. Beberapa bulan kemudian beliau menunaikan ibadah haji. Beliau rajin belajar menambah ilmu antara lain kepada: K.H. Mahfud Termas, K.H. Nahrowi Banyumas, K.H. M. Nawawi Banten, para ulama Arab di Masjidil Haram. Juga mendatangi ulama mazhab Syafi’I Bakri Syata’ dan mendapat ijazah nama H. Ahmad Dahlan.[2]

Pada Tahun 1896 K.H. Abu Bakar wafat. Jabatan Khatib masjid besar kesultanan Yogyakarta dilimpahkan kepada K.H. Ahmad Dahlan, dengan gelar Khatib Amin . Tahun 1898 Khatib Amin merenovasi dan memperluas surau peninggalan ayahnya dengan sekaligus dihadapkan kea rah Kiblat.Lalu datanglah penghulu K.H. M. Kamaludiningrat yang menyampaikan secara lisan agar saat itu pula Khatib Amin membongkar suraunya yang arahnya beda dengan Masji Besar tetapi Khatib Amin menolak. Karena membangkang suraunya dibongkar oleh pemerintah kawedanan penghulu dengan 10 kuli mereka meruntuhkan surau itu. Di atas puing itu atas nasehat kakaknya , Imam Khatib membangun lagi surau baru menghadap barat lurus, dan diberi garis shaf mengarah ke Kiblat.[3]

Dalam pelaksanaan Haji yang ke-dua, beliau bermukim di Mekah selama 2 tahun dan studi lanjut tentang berbagai ilmu Islam kepada gurunya. Ia belajar ilmu Fikih pada Syaikh Shaleh Bafedal, Syekh said Yamani, dan Syeh Sa’id Baqusel, Ilmu Hadis kepada Mufti Syafi’I, Ilmu Falak kepada K.Asy’ari Bawean, dan ilmu Qiraat kepada Syekh Ali Misri Mekah. Ia juga bersahabat akrab dengan para ulama’ Indonesia seperti Syekh Ahmad Khatib, Kyai Nawawi, Kyai Mas Abdullah, dan K.H. Fakih.[4]

Pada Tahun 1909 K.H.Ahmad Dahlan bertamu ke rumah Dr. Wahidin Sudiro Husodo di Ketandang Yogyakarta. Ia menjadi anggota Budi Utomo. Dalam organisasi K.H. Ahmad Dahlan diminta memberikan santapan rohani Islam pada tiap akhir rapat pengurus dan memuaskan semuanya. Pada tahun 1910 ia menjadi anggota ke-770 perkumpulan Jami’at Khair Jakarta.Ia mendapatkan pengalaman banyak dari organisasi itu. Ia juga mengajar agama Islam di Kweekschool selama setahun, maka terdoronglah untuk memiliki sekolah sendiri yang mengajar ilmu biasa dan agama Islam. Dia memiliki 2 meja dan dibuat tempat duduk dari papan bekas kotak kain mori, papan tulis dari kain suren. Setelah kelas siap lalu mencari murid, mula-mula mendapat murid 8 orang dan tiap bulan bertambah 3 dan seterusnya hingga tidak cukup, lalu pindah ke serambi rumah. Sekolah itu dilaksanakan pada pagi dan sore hari. Jika pagi mengajarkan agama, jika sore pada pukul 14.00-16.00 mengajarkan pelajaran umum/ biasa, dengan meminta bantuan dari Budi Utomo cabang Yogyakarta. Sekolah itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911, dengan nama sekolah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.[5]

Muhammadiyah berdiri berkat bantuan dan dukungan dari anggota Budi Utomo. Kemudian K.H. Ahmad Dahlan memilih nama organisasinya dengan nama“Muhammadiyah“ dengan harapan para anggotanya dapat hidup beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi Nabi Muhammad SAW. Kesepakatan bulat pendirian Muhammadiyah itu sendiri yaitu pada tanggal 18 November 1912 M / 8 Dzulhijjah 1330 H.

Tanggal 20 Desember 1912 diajukan surat permohonan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda agar persyerikatan ini beri izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Resident Yogyakarta Liefrinck, tanggal 21 April 1913 menyurati Gubernur Jendral, bahwa ia menyetujui permohonan Muhammadiyah itu dengan catatan supaya kata-kata“Jawa dan Madura“ diganti dengan Residentie Yogyakarta.[6]

Arti Muhammadiyah secara ethimologis berasal dari Bahasa Arab“Muhammad“ yaitu nama Nabi dan Rasul terakhir lalu“ yah“ nisbinya yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umat Muhammad SAW/ pengikut Muhammad SAW. Menurut therminologis ialah gerakan dakwah amar makruf nahi munkar beraqidah Islam dan bersumber pada Alqur’an dan Sunnah, didirikan oleh K.H.Ahamad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H / 18 November 1912 M di kota Yogyakarta.[7]

Latar belakang berdirinya Muhammadiyah ada 2 faktor. Pertama subyektif adalah hasil pendalaman K.H.A. Dahlan terhadap Al-Qur’an termasuk Surat Al-Imran : 104. K.H.A.Dahlan bergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan yang teratur dan rapi. Dengan dakwah Islam amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat luas. Kedua yaitu faktor obyektif antara lain yang bersifat internal:

1. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia

2. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku“ Khalifah Allah di atas bumi“

Faktor obyektif yang bersifat eksternal antara lain:

1. Semakin meningkatnya gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

2. Penetrasi bangsa-bangsa Eropa terutama bangsa Belanda ke Indonesia.

3. Pengaruh dari gerakan pembaharuan dalam dunia Islam.

Adapun menurut Prof. Mukti Ali ada 4 faktor yang menonjol, antara lain:

1. Ketidakbersihan dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia.

2. Ketidak efisiennya lembaga-lembaga pendidikan agama Islam

3. Aktifitas misi-misi Katolik dan Protestan.

4. Sikap acuh tak acuh, malah kadang sikap merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam.[8]

Maksud dan tujuan Muhammadiyah antara lain: menegakkan, menjunjung tinggi agama Islam, terwujud masyarakat utama adil dan makmur yang dirihai oleh Allah SWT.[9]

Amal usaha Muhammadiyah antara lain: meniadakan kebiasaan menujuhbulani bagi orang hamil, menghilangkan tradisi manakiban, bacaan surat yasin, ziarah pada waktu-waktu tertentu, bidang keagamaan,pendidikan, kemasyarakatan dan politik kenegaraan.[10]

Adapun kepemimpinan Muhammadiyah antara lain: K.H.A.Dahlan, K.H Ibrahim, K.H.Hisyam, K.H.Mas Mansur, H.M. Yunus Anis, K.H. Ahmad Badawi, K.H. Fakih Usman, K.H.Abdurazak Fakhrudin, K.H.A. azhar Basyr, MA, Prof. Dr. H.M Amien Rais, Prof. Dr. H.A. Syafi’i Ma’arif.[11] Dan terakhir oleh Prof.Dr. Dien Syamsudin.

C. NAHDHATUL ULAMA (NU)

Latar belakang NU berdiri adalah bahwa pada abad ke-19 Indonesia mengalami efek pengaruh Barat yang membawa akibat ganda sekaligus yaitu aliansi politik dan kemerosotan ekonomi yang semakin buruk.. Terjadilah gelombang gerakan Nasionalisme negeri-negeri muslim untuk memperjuangkankemerdekaan mereka dari penjajahan barat sepanjang paruh pertama abad ke-20. Dalam pada itu Indonesia sendiri , tumbuh organisasi sosial kebangsaan / sosial keagamaan yang bertujuan untuk memajukan kehidupan umat seperti Budi Utomo, Syarikat Islam dan Muhammadiyah.

Peristiwa-peristiwa ini membangkitkan obsesi sejumlah pelajar Indonesia yang menuntut pelajaran di Mekah antara lain: Abdul Wahab Chasbullah, Muhammad Dahlan, Asnawi dan Abbas. Mereka mendirikan cabang SI di Mekkah. Obsesi mereka untuk memajukan kaum muslimin tidak berhenti. Pada tahun 1914 sebagaian dari mereka mendirikan sebuah organisasi pendidikan dan dakwah yang diberi nama Nahdhatul Wathan ( Kebangkitan Tanah Air ). Kegiatan yang dilakukan oleh Nahdhatul Wathan adalah pengajian, sekolah formal, kursus-kursus kepanduan, organisasi dan dakwah. Pada tanggal 1 November 1921, Muhammadiyah didirikan di Surabaya, yang mana tentunya ada pertentengan dari ulama’. Pada tahun 1922 di Cirebon menjadi ajang perbedaan dan pertentangan yang terjadi antara guru-guru dan ulama’ Islam. Berawal dari Komite Hijaz maka lahirlah Organisai baru bernama Nahdhatul Ulama oleh K.H. Hasym Asy’ari pada tanggal 31 Januari 1926. NU sebagai Jami’iyah Dirasah Islamiyah beraqidah Islam menurut Ahlu Sunnah Wal Jama’ah mengikuti salah satu mazhab 4 yaitu:( Hanafi,Maliki, Syafi’i dan Hambali).[12]

Kepengurusan NU terdiri atas Mustasyar (berfungsi sebagai Badan Penasihat), Syuriah (berfungsi pimpinan tertinggi), dan Tanfidziyah ( yang berfungsi sebagai pelaksana harian ). Kepengurusan NU juga dilengkapi dengan berbagai Lajnah, lembaga dan badan otonomi.[13]

C. PERSAMAAN NU DAN MUHAMMADIYAH

Pada dasarnya NU dan Muhammadiyah adalah suatu organisasi Islam yang mana kedua-duanya ingin membebaskan penderitaan rakyat dari pengaruh Kristenisasi dan misi Katholik dan bebas dari penjajahan. Penulis akan membahas persamaan NU dan Muhammadiyah sesuai dengan refferensi penulis, antara lain;

1. Sebagai gerakan Islam yang bersumber pada Al-Qur’an ,As-Sunnah dan Ijtihad.

2. Sebagai gerakan Dakwah Islam baik kepada yang sudah muslim maupun non Muslim

3. Suatu gerakan sosial kemasyarakatan dan keagamaan

4. Suatu gerakan yang berbau politik

5. NU dan Muhammadiyah sama-sama ingin meningkatkan kualitas keislaman bangsa Indonesia dengan menyelenggarakan pengajian.

6. Sama-sama ingin meningkatkan pendidikan dan mendirikan sekolah.

7. Mewujudkan persatuan Islam

8. Membantu fakir miskin

9. Dalam memutuskan sesuatu keputusan dilakukan dengan cara musyawarah.

10. Tidak menolak Ijma’ sahabat sebagai dasar suatu keputusan.

11. Menggunakan Sadduz Zarai untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah.

12. Untuk memahami nash yang musytarak, faham sahabat dapat diterima.

D. PERBEDAAN NU DAN MUHAMMADIYAH

Berikut adalah sudut pandang NU dan Muhammadiyah dilihat dari perbedaannya:

1. Muhammadiyah:

a. Tidak mengikat diri kepada suatu mazhab, tetapi pendapat imam-imam madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hokum sepanjang sesuai dengan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah / dasar-dasar lain yang dipandang kuat.[14]

b. Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari Al-qur’an dan As-sunnah, pemahamannya dapat menggunakan akal sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya, meskipunharus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan situasi dan kondisi.[15]

c. Hadis mauquf tidak dapat dijadikan hujjah.[16]

d. Pemurnian tauhid dan ibadah seperti;

d.1. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani/ tingkep: selamatan bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke-7, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat istiadat Jawa Kuno, biasanya diadakan dengan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cangkir dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain seperti buah delima, buah jeruk dan lain-lain.Masing-masing daerah berbeda-beda cara dan macam upacara menujuhbulani ini, tapi pada dasarnya berjiwa sama yaitu dengan maksud mendoakan bagi keselamatan calon bayi yang masih berada dalam kandungan ibu.

d.2.Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri, seperti; selamatan untuk menghormati Syeihk Abdul Qadir Jaelani, Syeikh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan manakiban; perayaan mana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat (pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji, yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujaan kepada Nabi Muhammad yang disalah artikan.

d.3.Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang hanya khusus dibaca pada malam Jumat, dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu: ibadah yang tak ada dasarnya dalam agama juga harus ditinggalkan: yang boleh ialah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah SWT.[17]

e. Menetapakan kalender awal Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan Hisab

2. Nahdhatul Ulama’

a. Terikat pada salah satu dari 4 mazhab yaitu Imam Syafi’i

b. Bermotifkan jihad fiisabilillah.

c. Meskipun Hadis maudhu’, tapi jika implementasinya memberi pengaruh positif , maka hadis itu digunakan.

d. Mengenai wawasan sosiokultural yaitu dengan proses rekonsiliasi. Hukum fikih yang disusun dari kerangka teoritis lmu Ushul Fiqh telah mengantisipasi gejala historis tersebut. Sebagai contoh kesadaran historis semacam itu ialah kaidah yang dirumuskan memelihara nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik’ ( al- muhafazah ‚ala al-qadim al-salih wa al akhzu bi aljadid al- aslah) atau adat kebiasaan menjadi hukum, (al’adalah muhakkamah). Dengan semacam ini maka ketegangan yang muncul antara agama dan budayadapat diselesaikan melalui proses rekonsiliasi untuk saling menerima tidak permusuhan. Tradisi budaya seperti wayang, kenduri selamatan bagi orang yang meninggal atau apresiasi seni rakyat dapat diterima melalui modifikasi tertentu yang secara esensial dapat diterima tata norma agama. Wayang dimodifikasi isi ceritanya sehingga menggambarkan konsep tauhid, tradisi kenduri selamatan dengan tahlil, dan apresiasi dan seni rakyat dengan barzanji, Diba’, Tharekat dan macapat dan lain sebagainya. Dengan demikian hasil proses rekonsiliasi dapat memperkaya sudut pandang dan wawasan agama agar tidak gersang yang terlepas dari konteks apresiasi sosio kultural. Ketika kaum pembaharu Islam awal abad ini melakukan kritik dengan menekankan sentralisasi kemurnian tauhid kepada Qur’an dan hadis, konsekuensinya yang muncul ialah penolakan terhadap tradisi keagamaan dan inovasi ibadah lainnya yang hidup di tengah rakyat itu sebagai bid’ah dan khurofat yang tidak bersumber pada Qur’an dan Hadis. Kecenderungan skriptualik semacam itu pada gilirannya akan menimbulkan keterputusan mata rantai sosiokultural dan khazanah ilmu zaman awal Islam ketika Qur’an dan Hadis diturunkan dengan era modern. Tidak mengherankan lalu muncul anjuran untuk melakukan ijtihad dan menolak taqlid, sebab taqlid berarti tidak bersumber pada Qur’an dan Hadis. Akan tetapi ijtihad yang dimunculkan lalu kehilangan makna modernitas karena terjebak dalam putaran rutinitas skriptualisme yang cenderung mengabaikan dimensi sosio kultural. Ijtihad yang dimunculkan tidak beranjak dari itu ke itu karena terlepas dari sumber-sumber sosio-kultiral yang riil. Ijtihad itu tidak mampu menjawab kebutuhan spiritual dunia modern yang terus berkembang. Dalam kenyataan, di tengah pembaharuan yang dilancarkan,’agama rakyat’ tetap bertahan dengan tendensi sufisme dan Tharekat yang kaya dengan nuansa-nuansa sosio-kultural. Dan itu hanya bisa ditanggapi dengan Islam yang riil, Islam histories, Islam yang telah teruji dalam sejarah yang antara lain dipecahkan dengan pendekatan fikih.[18]

e. Menetapkan Kalender awal Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan Rukyah.

E. CARA MEMPERKECIL PERBEDAAN DEMI PERSATUAN

Dengan adanya beberapa perbedaan tersebut, maka kita dapat memperkecil perbedaan tersebut demi persatuan dan kesatuan umat Islam. Menurut hemat penulis cara memperkecil perbedaan tersebut adalah

1. Masing-masing NU dan Muhammadiyah harus mempunyai prinsip terbuka dan toleran, dan tidak beranggapan bahwa keputusan salah satu dari Majlis Tarjih NU/Muhammadiyah yang benar

2. Tidak fanatik terhadap NU/Muhammadiyah

3. Tidak saling mencaci dan menghina terhadap semua keputusan masing-masing.

4. Masing-masing harus bisa menerima koreksi dan kritikdari siapapun

5. Saling mengisi dan melengkapi untuk kemajuan umat Islam

F. KESIMPULAN

Dari uraian tersebut, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1. Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta oleh K.H.A.Dahlan

2. NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya oleh K.H.M. Hayim Asy’ari dan K.H.Abdul Wahab Khasbullah.

3. Persamaan NU dan Muhammadiyah adalah kedua-duanya sama-sama sebuah gerakan Islam yang bersumber pada Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad, Sebagai gerakan dakwah Islam, sosial kemasyarakatan dan keagamaan, berbau politik, ingin meningkatkan kualitas keagamaan bangsa Indonesia, ingin meningkatkan pendidikan dan mendirikan sekolah, mewujudkan persatuan Islam, membantu fakir miskan, dalam memutuskan suatu keputusan dilakukan dengan cara musyawarah., Tidak menolak ijma’ sahabat, sebagai dasar suatu keputusan, menggunakan sadduz zarra’i untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah, untuk memahami nash yang musytarak,faham sahabat dapat diterima.

4. Perbedaan antara NU dan Muhammadiyah antara lain; Muhammadiyah tidak mengikat diri kepada suatu mazhab, namun jika NU terikat pada salah satu mazhab yaitu Imam Syafi’i,Muhammadiyah; Hadis mauquf tidak dapat dijadikan Hujjah, sedangkan NU dapat, Muhammadiyah bermotif mewujudkan mayarakat madani jika NU bermotifkan jihad fii sabilillah, Muhammadiyah; pemurnian tauhid dan ibadah, sedangkan NU menggunakan qaidah; mengambil nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik atau proses rekonsiliasi.

5. Usaha untuk memperkecil perbedaan antara lain keduanya harus mempunyai prinsip terbuka dan toleran, tidak fanatik, menerima kritik dan koreksi dari siapapun, tidak saling menghina dan mencaci dari hasil suatu keputusan, saling mengisi dan melengkapi untuk kemajuan umat Islam.

II

TRADISI YANG MENYIMPANG AJARAN ISLAM

DAN CARA MENGATASINYA

A. PENDAHULUAN

Budaya di Indonesia pada umumnya merupakan perpaduan antara budaya asli yang dipengaruhi faham animisme dinamisme kemudian disusul agama Hindu- Budha dengan ajaran Islam. Penulis terlebih dahulu akan bercerita dari kisah seseorang.

“Minggu depan aku sibuk. Di rumahku ada selamatan“

.“Selamatan?“

.“ Iya. Hari Selasa kemarin kan nenekku meninggal. Jadi hari Senin ini tepat 7 hari meninggalnya beliau“.

.“Hmm bukannya selamatan 7 hari orang meninggal tidak ada tuntunannya dalam Islam?“

.“Ah. menurut Kyai anu kan boleh. Gak apa-apa kok!“ Kan isinya pengajian, mendoakan orang yang sudah meninggal, sedekah makanan ke para tetangga yang diundang. Kasihan nenek kalau tidak didoakan.“

.“Mendoakan orang yang sudah meninggal tidak perlu menunggu 7 hari. Setiap hari juga bisa, kan?;

.“Iya, tapi mengadakan selamatan 7 hari orang meninggal itu sudah tradisi. Apa kata orang kalau kami tidak mendoakan nenek?“

Dari cerita tersebut, maka penulis akan mengangkat tentang TBC (Taqlid, Bid’ah, Churofat)

B. TRADISI YANG MENYIMPANG

Sungguh tidak mudah mengubah suatu kebiasaan yang sudah menjadi tradisi. Bahkan seringkali kita menyaksikan suatu pernikahan dengan para pengantin memakai busana kedaerahan dengan bahu dan dada setengah terbuka. Kita pernah juga menemukan dalam suatu pernikahan. Pernikahan tersebut dilaksanakan karena atas petunjuk neneknya berdasarkan perhitungan yang tepat atau hari yang baik dan pernikahan tersebut haruslah benar-benar tidak melanggar pantangan misalnya: JILU (siji dan telu) maksudnya anak pertama dan anak ketiga tidak boleh menikah karena akan menimbulkan kematian pada salah satu pihak. Jika kita melewati jalan PANTURA di sebuah desa yang bernama Babad, Lamongan, pasti kita akan melewati Gunung Pegat, telah dipercayai oleh masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur bahwa Pengantin tidak boleh melewati Gunung Pegat tersebut jika akan menuju ke rumah pasangannya meskipun jalan yang terdekat melewati Gunung Pegat, namun karena takut dengan mitos maka mereka rela melewati jalan yang amat jauh sekalipun. Mereka semua takut, karena jika melewati Gunung Pegat, maka pernikahan tersebut tidak akan langgeng alias akan mengalami perceraian. Mereka merasa bahwa waktu itu didapat berkat petunjuk neneknya dengan perhitungannya. Jika tidak mengikuti hasil perhitungan itu mereka percaya bahwa si pengantin itu dan keluarganya akan mengalami sial.

Hal ini sungguh sesuai dengan Surat Al-Baqarah: 170

#sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% ãNßgs9 (#qãèÎ7®?$# !$tB tAtRr& ª!$# (#qä9$s% ö@t/ ßìÎ6®KtR !$tB $uZøxÿø9r& Ïmøn=tã !$tRuä!$t/#uä 3 öqs9urr& šc%x. öNèdät!$t/#uä Ÿw šcqè=É)÷ètƒ $\«øx© Ÿwur tbrßtGôgtƒ ÇÊÐÉÈ

170. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?"[19].

Demikian juga dalam QS. Al-Maidah: 104. menyebutkan:

#sŒÎ)ur Ÿ@Ï% óOçlm; (#öqs9$yès? 4n<Î) !$tB tAtRr& ª!$# n<Î)ur ÉAqߧ9$# (#qä9$s% $uZç6ó¡ym $tB $tRôy`ur Ïmøn=tã !$tRuä!$t/#uä 4 öqs9urr& tb%x. öNèdät!$t/#uä Ÿw tbqßJn=ôètƒ $\«øx© Ÿwur tbrßtGöku ÇÊÉÍÈ

104. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.[20]

Ternyata bukan TBC (Tubercolusis) saja yang berbahaya. TBC(Taqlid, Bid’ah, Churofat) ternyata tidak kalah menyeramkan. Apalagi jika berlawanan dengan rambu-rambu Al-Qur’an dan As-Sunnah.[21]

Bid’ah adalah hal-hal yang ditambahkan dalam kegiatan Ibadah yang seolah-olah berasal dari Qur’an dan Hadis. Contohnya adalah Aliran-aliran Islam yang sesat seperti baru-baru ini muncul aliran baru yang mempercayai bahwa pemimpinnya adalah Rasulnya. Juga ajaran-ajaran dalam suatu penganut aliran sesat yang mengarah kepada kekerasan dan kemaksiyatan. Itulah sebenarnya bid’ah.

Churafat adalah percaya kepada takhayul. Contoh: baru-baru telah terjadi bencana alam di Jawa Tengah dan Yogyakarta, sebagian masyarakat mempercayai bahwa Penguasa Gunung Merapi dan Laut Selatan sedang Mengamuk. Lalu mereka mengadakan ritual tolak balak dan sesajen. Mereka menampik bukti-bukti ilmiah kenapa bencana itu bisa terjadi. Mereka lupa bahwa peristiwa tersebut merupakan peringatan dari Allah. Orang-orang yang percaya pada takhayul bukannya mendekatkan diri kepada Allah, tapi justru menjauh dari Allah dengan ritual dan sesajennya yang dipersembahkan untuk Penguasa Gunung Merapi dan Laut Selatan.

Menurut Keputusan Fatwa Muzakarah Jaw. Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ikhwal Agama Islam. Kategori Aqidah. Tajuk: Khurafat dan Azimat Menurut Perspektif Islam.

Keputusan Muzakarah setuju dengan garis panduan yang telah disediakan untuk dijadikan panduan kepada masyarakat:

a. Khurofat ialah semua cerita atau rekaan atau khayalan ajaran-ajaran, pantang larang, adat-istiadat ramalan-ramalan pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam

b. Azimat ialah suatu bentuk permohonan untuk mendapatkan pertolongan atau bantuan bagi manfaat diri sendiri atau untuk memudharatkan orang lain dengan menggunakan objek-objek dan ayat-ayat tertentu yang dianggap mempunyai kesaktian dan kuasa ghaib yang melampau kekuatan semula jadi apabila dijampi atau dipuja. Amalan penggunaan azimat atau tangkal sebagai pelindung diri seperti ilmu kebal, ilmu pengasih, ilmu pelemah hati dan sebagainya yang dicampuradukkan dengan sihir adalah syrik dan menyeleweng dari ajaran Islam

c. Amalan memuja dan memohon pertolongan darinya seperti yang selalu dilakukan oleh setengah bomoh dan dukun adalah syirik dan menyesatkan orang-orang yang bersahabat dan menggunakan jin dan tukang sihir dan tukang tenung adalah tergolong di dalam golongan orang-orang yang bodoh dan menzalimi diri-sendiri.[22]

C. CARA MENGATASI TRADISI MENYIMAPANG

Dari berbagai macam trdisi yang menyimpang ajaran tersebut, maka penulis akan berusaha untuk memecahkan masalah bagaimana cara mengatasinya. Penulis mengambil dan menyimpulkan beberapa strategi antara lain:

1. Keeping; menjaga dan memelihara upacara-upacara dan tradisi lama namun semua yang berbau TBC dihindarkan.Misalnya: boleh mengadakan selamatan-selamatan asalkan tidak menafikan hari-hari lain juga bisa digunakan untuk mendoakan, selamatan sesuai dengan kemampuan tidak memaksakan, sebenarnya tidak mampu tapi memaksa untuk mengadakan. Selamatan untuk mendoakan yang meninggal bukan minta doa dari yang meninggal.

2. Addition, menambah upacara-upacara, tradisi-trdisi lama dengan tradisi baru. Misalnya: Dalam pelaksanaan selametan jika yang biasanya hanya diisi doa dan sedekahan, hendaknya ditambah dengan pengajian dan memberikan anjuran kepada masyarakat agar tidak terikat pada hari ke-3, 7, 100 dan 1000. namun berdoa bisa setiap waktu.

3. Modification, yakni mengintterpretasikan tradisi lama kearah pengertian yang baru dan menambah fungsi baru terhadap budaya lama.

4. Devaluation, atau menurunkan status atau kondisi dari budaya lama.

5. Exchange, yaitu mengganti sebagian unsur lama dalam suatu tradisi dengan unsur baru.

6. Substitution, yaitu mengganti keseluruhan tradisi lama diganti dengan tradisi baru

7. Creation of new ritual, yaitu menciptakan tradisi, upacara baru dengan menggunakan unsur lama.

8. Negation, yaitu menolak tradisi lama. Misalnya mempercayai segala bentuk takhyul adalah ditolak.contoh: percaya dengan perhitungan JILU harus ditolak, karena yang menentukan kematian seseorang adalah Allah. Dan Allah akan memberikan kepada hambanya tergantung pada prasangka hambanya. Percaya jika Pengantin melewati Gunung Pegat akan bercerai juga harus ditolak karena langgeng dan tidaknya rumahtangga tergantung pada komitmen dari kedua belah pihak, jika bisa menjalani rumah tangganya dengan baik dan komit, maka akan tercipta rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. Dan semua yang berunsur TBC (Taqlid , Bid’ah dan Churofat) harus ditolak.

Perlu kita juga melihat langkah-langkah/pola para Wali Sanga dalam melaksanakan dakwahnya antara lain: Akomodatif terhadap budaya yang ada dan pola yang kedua adalah Represif Subtitutif, yang mana kedua pola tersebut Islam bisa dicerna dengan baik oleh masyarakat luas.[23]

D. KESIMPULAN

Dari penulisan tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan;

1. Tradisi yang menyimpang ajaran di masyarakat kategori Aqidah antara lain: Taqlid, Bid’ah, Churofat, Azimat/ Jimat

2. Cara mengatasi tradisi yang menyimpang antara lain; Keeping, addition, modification, devaluation, exchange,substitution, creation of new ritual dan negation.

3. Dua pola Wali Sanga dalam pelaksanaannya di Jawa antara lain; bersifat akomodatif dan represif subtiitutif

DAFTAR PUSTAKA

Baso, Ahmad, NU Studies Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo Liberal, (Jakarta: Erlangga, 2006)

CD Al-Qur’an

Haidar, M. Ali, NU dan Islam di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), hal. 38-70

Http://www.imsa.us/index.php?option=com-content&task=view&id=336

Htp:/ www.e-fatwa.gov.my/jakim/keputusan-view.asp?key ID=127

Pasha, Mustafa Kamal , Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2005)

PBNU, Program Dasar Pembangunan NU, 1979-1983, Dalam Rancangan Materi Muktamar NU ke-26, hal. 109

Syamsuddin, Dien, et.al, Pemikiran Muhammadiyah Respons Terhadap Liberalisasi Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2005)

Tarmudji, Dari Selametan ke Sedekahan dari Sinkretis Menuju ke Puritan Majalah Bhakti,(Yogyakarta; Departemen Agama Kanwil DIY, 31 Desember 1993



[1]. Mustafa Kamal Pasha , Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2005), hal.91

[2] Ibid, hal. 91-92

[3] Ibid, hal. 93

[4] Ibid, hal. 93-94

[5] Ibid, hal. 95-96

[6] Ibid, hal. 96-98

[7] Ibid, hal.98-100

[8] Ibid, hal. 100-106

[9] Ibid, hal. 108-113

[10] Ibid, hal.113-120

[11] Ibid, hal. 122-134

[12] M. Ali Haidar, NU dan Islam di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), hal. 38-70

[13] PBNU, Program Dasar Pembangunan NU, 1979-1983, Dalam Rancangan Materi Muktamar NU ke-26, hal. 109

[14] Musthafa Kamal Pasha, Muhammadiyah…, hal 283

[15] Ibid. hal. 283

[16] Ibid, hal. 283

[17] Ibid. hal. 114-115

[18] M. Ali Haidar, Nahdhatul Ulama…, hal. 318-319

[19] CD Al-Qur’an

[20] Ibid

[21] Http://www.imsa.us/index.php?option=com-content&task=view&id=336

[23] Tarmudji, Dari Selametan ke Sedekahan dari Sinkretis Menuju ke Puritan Majalah Bhakti,(Yogyakarta; Departemen Agama Kanwil DIY, 31 Desember 1993), hal.9-10